CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

April 07, 2008

Sometime, we need lonely

Yupz, to think whatever. Meski kesunyian itu kadang menjemukan.

Namun, dalam kesunyian kita bisa jujur pada diri sendiri, meski pada awalnya terasa sulit, ntah karena ke_egoan maupun ke_engganan mengakui kekurangan dan menyadari apa adanya kita. Lelah, penat, jenuh yang mungkin pernah menyapa menjadikan begitu rapuhnya jiwa ketika pegangan hampir saja terlepas. Menjadikan keangkuhan menguasai. Dan ketika memang kita dituntut untuk bersikap apatis, meski nurani berontak. Kita butuh waktu untuk berhenti sejenak. Padi dalam Sang Penghiburnya mengatakan “bukankah hidup ada perhentiannya..”. Ya, kita butuh waktu untuk berfikir, berhenti sejenak, bukan berlalu untuk meninggalkan. Hanya sesaat sebelum kita kembali menemukan kembali apa yang sempat terlepas. Orientasi semula. Atau mungkin kesalahan pada tujuan awal. Gagal merencanakan merupakan merencanakan kegagalan.

Kejenuhan bisa hadir kapan saja.

Kita butuh waktu untuk sendiri, mendengarkan suara hati, karena ada yang mengatakan bahwa hati merupakan suara Tuhan, dimana kita bisa menemukan kebenaran disana. Bebicara dengan hati, kembali mempertanyakan apa yang kita tuju, mendengar keluh_kesahnya, kesedihannya, keinginannya, mencoba tuk memahami dan menerimanya.

Mungkin kita bisa pergi ke tempat_tempat yang baru yang bisa memberikan inspirasi dan semangat baru, ataupun tempat yang sudah lama tak kita kunjungi, kembali mengenang cerita lalu. Ataupun dengan merenung di tengah keramaian, semisal duduk di trotoar ataupun di halte. Apapun cara anda, itu adalah apa adanya anda. Seperti yang sering diucapkan sisi ke_egoan ”kalau kita merasa nyaman, mengapa harus repot-repot mikirin pendapat orang?”.

Atau, bukankah telah disediakan waktu khusus untuk kita? Waktu yang sangat tepat untuk kita bercerita pada Nya selain diwaktu_waktu yang 5 itu. Yupz, sepertiga malam, disaat hanya ada kesunyian. Mengapa harus jauh_jauh, toh kita sudah disediakan cukup waktu untuk itu. Tak perlu mengeluarkan biaya banyak untuk bepergian. Cukup bangun dan lakukan gerakan_gerakan penuh cinta dan kepatuhan disaat bumi sedang terlelap, menyerahkan segala urusan padaNya, karena segala sesuatu adalah dari Nya. Penuh dengan kepasrahan, pengharapan, serta pengabdian. Bukan kita tak mensyukuri tapi kita sekedar menyampaikan betapa kita sangat tergantung pada_Nya. Kita kembalikan semuanya pada sang pemiliknya, karena kita hanya menjalani kisah dalam episode kita. Ato kapanpun itu, anda lebih tau daripada saya....

Di sepertiga malam,

aku berharap Engkau perkenankan,

aku ingin bedua dengan Mu.*

(puisi Hening karya Hana Habibah dimuat di majalah SiGMA edisi 37)

0 komentar: