CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

April 28, 2008

Wishes

Jangan hakimi aku dalam gersangnya gurun kehidupan

Jangan tinggalkan aku

Dalam dinginnya badai salju yang membekukan jiwa

Temanilah aku dalam setiap hembusan nafasku,

Agar hadirmu selalu menyertai detak jantungku.

Senantiasa menguatkanku, menemaniku,

Memahamiku dan membuatku berarti.

April 21, 2008

Hidupku

Ampuni aku...

Dalam setiap desah nafasku

Dalam setiap denyut nadiku

Dalam kesendirianku

Dalam keramaianku

Dalam setiap rasaku

Dalam sedihku

Dalam bahagiaku

Dalam kecewaku

Dalam benciku

Dalam setiap harapku

Dalam anganku

Dalam sugestiku

Dalam mimpiku

Dalam kejujuranku

Dalam kebohonganku

Dalam setiap ucapku

Dalam setiap dugaku

Dalam setiap langkahku

Dalam waktuku

Dalam kesempatanku

Dalam kesalahanku

Dalam khilafku

Dalam perjalanan hidupku

Ampuni aku...

April 14, 2008

Lose

Ada yang hilang dalam hidupku

Sejak kapan itu entahlah, aku tak menyadarinya

Aku terus terombang ambing dalam gelombang tak berwujud, terus terseret dalam arus abstraknya, entah dimana ujung muaranya

Irama emosi beruntun hadir dalam hati, membuatku hilang

Kehilangan idealisme, mimpi, dan segalanya

Aku runtuh kini, sesal demi sesal mengurungku dalam labirin kehidupan

Sesak, sementara usia semakin beranjak, aku ingin bangkit, namun tercekal

Apa yang harus aku lakukan dalam serba kesalahanku ini ?

Sementara aku semakin teringgal jauh, sementara banyak asa yang ingin ku genggam.

Sementara aku dalam rasa bersalahku.

Once

Jika memang kehadiranku tak diinginkan, cukup katakan sekali saja.

Jika memang aku menyebalkan katakan sekali saja.

Jika memang aku pernah melakukan kesalahan, katakan sekali saja.

Jika memang aku menjemukan, katakan sekali saja.

Jika memang aku menjengkelkan, katakan sekali saja.

Jika memang aku bersalah, katakan sekali saja.

Sekali bagiku cukup, daripada kau terus menerus berharap aku akan tau

April 10, 2008

Lihat lebih dekat


Penampilan luar belum tentu mencerminkan dalam, dan dalam mencerminkan luar.


Ntahlah, aku bingung kata yang sebenarnya itu bagaimana seharusnya. Yang jelas, yang ingin aku katakan adalah bahwa jangan pernah tertipu penampilan luar, karena tak selamanya mencerminkan dalamnya bagaimana, bahkan kadang-kadang sebaliknya.

Bosan sudah aku menjalani dan menemui semua kepura-puraan yang ada di depanku. Hmm, sudah sangat sering aku merasakan kecewa karena percaya pada kemasan, bukan pada isinya. Ya ialah, secara di depan mata begini_begitu, ternyata di belakang begitu. Ucapan yang di katakan tak sama dengan yang dilakukan, hmmm, aku jadi ga habis pikir. Kadang seperi ini, kadang seperti itu. Ya itulah manusia!!!

Men_judge orang lain salah, padahal belum tentu, dan mungkin saja ia yang keliru.

So, ma_afin aku ya, aku udah kehabisan kata_kata. Bukan karena kehabisan vocab, Cuma saja aku kehabisan motivasi untuk terus menerus mempercayaimu. Dan mungkin aku seolah-olah acuh, ya gimana engga, setiap kali da something trouble, you came to me and aku kasih pandanganku walo dikit. Dan herannya, setiap da trouble lagi, terus_menerus seperti itu, bilang mah begini, ternyata pas practice’y nol besar. Cape deHhh....bikin orang lain ikut puyeng tau. Ya udah deh, urus dirimu sendiri aja ya.. aku juga punya urusan sendiri. Bukannya gak syukur kamu percaya ma aku, tapi itu lho mba sikapmu membuatku males, walo sering aku katakan. Tetep aja berulang. Sabar-sabar.... Sebenarnya belum tentu dik aku juga, mungkin saja tanpa aku sadari justru akulah yang seperti itu. Kan ada pepatah bilang ”kuman di seberang lautan kelihatan, tapi gajah di pelupuk mata sama sekali ga’ nampak”. Bisa jadi. So, perbaiki diri sendiri...

Jangan mandang masalah dari satu sisi aja, lihat sisi yang lainnya. Dan jangan pernah mengatakan sesuatu itu salah_ato benar tanpa kita mengetahui terlebih dahulu esensinya. Setuju ga..??

Topeng

Atas nama cinta kau gaungkan pesonanya

Atas nama kerinduan kau hembuskan kobarnya

Atas nama ketulusan kau bisikkan keindahannya

Kembali tergores perih ini, aku menangis

Luka itu kembali berdarah

Kau tak mencintaiku dengan sebenarnya

Kau tak merindukanku dengan keikhlasan

Bukan keindahan yang kan kau beri, namun derita yang mendera jiwa

Bukan kesucian, tapi kehinaan yang kau tawarkan

Kau bukan hanya membohongiku

Namun kau menipu dirimu sendiri

Haruskah aku menitipkan rasa ku padamu?

Bagaimana mungkin sayang, jika menawarkan ikatan dosa

Yang nampak padaku itu bukanlah dirimu

April 07, 2008

Tanpa Nama

Ku berpijak pada hamparan bumi yang tak bernama

Ku berdiri diantara orang-orang yang tak bernama

Sepi yang menjelma dari jiwa yang tak bernama

Membawaku ke dalam lingkaran emosi tak bernama

Hingga lelah hati menuju asa yang tak bernama

Pengecut

Ku ingin tapi tak ingin

Ku mau, tapi tak mau

Ku siap, tapi tak siap

Ku mampu, tapi tak mampu

Apa lagi?

Ku tak lebih dari seorang pengecut

Yang meminta hak sebelum waktunya

Ku memaksa

Katakan saja begitu

Memang itulah aku

Apapun pendapatmu, aku tak peduli

Ini yang ku yakini, maka ini yang ku ambil.

Sometime, we need lonely

Yupz, to think whatever. Meski kesunyian itu kadang menjemukan.

Namun, dalam kesunyian kita bisa jujur pada diri sendiri, meski pada awalnya terasa sulit, ntah karena ke_egoan maupun ke_engganan mengakui kekurangan dan menyadari apa adanya kita. Lelah, penat, jenuh yang mungkin pernah menyapa menjadikan begitu rapuhnya jiwa ketika pegangan hampir saja terlepas. Menjadikan keangkuhan menguasai. Dan ketika memang kita dituntut untuk bersikap apatis, meski nurani berontak. Kita butuh waktu untuk berhenti sejenak. Padi dalam Sang Penghiburnya mengatakan “bukankah hidup ada perhentiannya..”. Ya, kita butuh waktu untuk berfikir, berhenti sejenak, bukan berlalu untuk meninggalkan. Hanya sesaat sebelum kita kembali menemukan kembali apa yang sempat terlepas. Orientasi semula. Atau mungkin kesalahan pada tujuan awal. Gagal merencanakan merupakan merencanakan kegagalan.

Kejenuhan bisa hadir kapan saja.

Kita butuh waktu untuk sendiri, mendengarkan suara hati, karena ada yang mengatakan bahwa hati merupakan suara Tuhan, dimana kita bisa menemukan kebenaran disana. Bebicara dengan hati, kembali mempertanyakan apa yang kita tuju, mendengar keluh_kesahnya, kesedihannya, keinginannya, mencoba tuk memahami dan menerimanya.

Mungkin kita bisa pergi ke tempat_tempat yang baru yang bisa memberikan inspirasi dan semangat baru, ataupun tempat yang sudah lama tak kita kunjungi, kembali mengenang cerita lalu. Ataupun dengan merenung di tengah keramaian, semisal duduk di trotoar ataupun di halte. Apapun cara anda, itu adalah apa adanya anda. Seperti yang sering diucapkan sisi ke_egoan ”kalau kita merasa nyaman, mengapa harus repot-repot mikirin pendapat orang?”.

Atau, bukankah telah disediakan waktu khusus untuk kita? Waktu yang sangat tepat untuk kita bercerita pada Nya selain diwaktu_waktu yang 5 itu. Yupz, sepertiga malam, disaat hanya ada kesunyian. Mengapa harus jauh_jauh, toh kita sudah disediakan cukup waktu untuk itu. Tak perlu mengeluarkan biaya banyak untuk bepergian. Cukup bangun dan lakukan gerakan_gerakan penuh cinta dan kepatuhan disaat bumi sedang terlelap, menyerahkan segala urusan padaNya, karena segala sesuatu adalah dari Nya. Penuh dengan kepasrahan, pengharapan, serta pengabdian. Bukan kita tak mensyukuri tapi kita sekedar menyampaikan betapa kita sangat tergantung pada_Nya. Kita kembalikan semuanya pada sang pemiliknya, karena kita hanya menjalani kisah dalam episode kita. Ato kapanpun itu, anda lebih tau daripada saya....

Di sepertiga malam,

aku berharap Engkau perkenankan,

aku ingin bedua dengan Mu.*

(puisi Hening karya Hana Habibah dimuat di majalah SiGMA edisi 37)

April 01, 2008

Ku

Ku bangun mimpiku diangkasa

Ku lukis dengan tinta pelangi

Ku tulis harapku dengan sepenuh jiwa

Ku rangkai asa dalam naungan fajar

Namun…

Ku harus membangun pondasi dari benci

Ku harus menutup hati dari inginku

Ku harus menghapus manisnya kenangan masa silam

Ku harus berjalan dalam rintihan yang tak terdengar

Ku harus diam, membiarkan kebekuan dalam jiwa

Ku harus relakan semua beranjak

Semua bukan inginku, aku terpaksa

Jangan salahkan aku, karena akupun sebenarnya ta mau

Sisi gelap Deep of mine


Mungkin, aku terlalu egois sehingga apapun itu aku tak bisa menerimanya. Aku yang terlalu membesar-besarkan masalah. Aku yang selalu berfikir protektif, aku yang takut kehilangan, aku yang takut kecewa,..

Ada banyak kata yang mungkin belum ku ungkap, yang hanya terdengar dalam detakkan jantung dan hembusan nafasku. Bukannya aku tak ingin berbagi, hanya saja aku meragu. Aku tak tau mengapa sesal ini masih tersimpan. Walau aku berusaha untuk melupakannya, namun nyatanya itu hanya membuatku semakin mengingatnya dan merasakannya lagi. Perih yang mungkin menghiasi sebagian besar tempat dalam perjalanan kisahku. Perih yang begitu melukai jiwa, perih yang tak terperi, hingga meninggalkan jejak kosong kehampaan. Sampai kinipun masih ada.

Mungkin awal dari semua kisah luka jiwa yang kurasa selama ini, yang menjadikanku selalu bersikap antipati, egois, kaku, acuh, masa bodoh, dan curiga.

Mungkin aku kehilangan eksistensiku sebagai manusia, aku tak percaya pada manusia, kepercayaanku memudar. Semua sama, tertawa di atas duka orang lain. Tak ada keadilan, tak ada lagi ketulusan, cintapun semakin jauh dari kesucian, yang ada hanya badut-badut yang bertopeng kepalsuan yang menawarkan sensasi sesaat yang nantinya akan membawa pada penyesalan yang tak berkesudahan. Itulah manusia

Keangkuhan yang menguasai, menutup mata hati dari cinta kasih, menutup pandanganku dari kebaikan.

Jangan pernah tanyakan padaku kesetiaan,

karena hingga saat ini masih ada tempat untukmu

Jangan pernah tanyakan pengorbanan padaku,

karena aku telah merelakan sebagian hatiku ikut bersamamu

Jangan pernah tanyakan arti persahabatan padaku,

karena aku menerimamu apa adanya

Jangan salahkan aku karena kau begitu berarti untukku


Tiada henti-hentinya aku gaungkan keindahan saat bersamamu dalam ingatanku, karena kau begitu sempurna untukku, untukku berbagi. Kau tau, aku begitu bahagia saat kau dan segenap hatimu menghiasi hariku. Sebelum hari itu tiba, dimana jiwaku dalam bayang kelam, sebelum pengkhianatan itu terjadi. Kau tau, aku kecewa padamu, aku marah, aku benci, aku, habis sudah kata-kata ku untuk mu....

Kau yang ku percayai untuk membagi kisah dalam dimensi masa, yang memahamiku, yang senantiasa ada saat ku butuh, bersama dalam suka maupun duka, kau telah pergi. Dan saat ini, aku tak percaya akan ketulusan, hatiku terlanjur terlukai dan aku tak percaya lagi. Aku terpaksa membangun dinding dalam hatiku, yang akan melindunginya dari perihnya luka. Entah sampai kapan aku seperti ini, aku tak ingin kecewa, karena kecewa itu begitu menyakitkan.


Gals,..

Kecantikan pemikiranmu begitu pempesonakan jiwaku

Kecerdasan emosionalmu begitu menyilaukan hatiku

Namun, pengkhianatanmu melukaiku hingga saat ini

Aku tak bisa membuka hatiku lagi

Mengapa,..

Takkan habis kata tanya untukmu

Jangan tanyakan padaku, karena hatiku ikut menangis saat aku kembali, dan semua sudah berbeda.

Rasa itu luruh,

Jangan tanyakan luka itu, karena jiwaku begitu terluka.

Aku tak bisa jadi sahabat yang baik untukmu,.

Mungkin memang kita ditakdirkan ntuk menempuh jalan yang tak sama.


Biarlah sisi gelap dalam hati ini hanya ku ungkap kali ini saja, agar kau pecaya bahwa aku kehilanganmu. Bahwa kau tak tergantikan...

Sis, you’re the one that I couldn’t stop to loving you…

Me & my lonely